wanita itu telah Pergi

Aku mengenal sosok wanita itu saat usiaku beranjak 4 tahun 🙂 ia adalah seorang yang sangat lembut, sabar dan selalu membelaku (maklum dulu masih jadi anak bungsu kesayangan.hehe) wanita itu lahir tanggal 08 Juli tahun  1940. aku memanggilnya dengan macam-macam panggilan. Saat aku kecil aku panggil dengan sebutan “Mbah Putri” saat SMP aku panggil Ema dan saat SMA sampai saat ini aku memanggilnya “Nenek”, dulu, Saat aku kecil aku dan kakak sering berkunjung dan bermain di rumahnya, kami juga sering diceritakan mengenai kisah-kisah perang pada zaman dahulu. ah rindu sekali rasanya…

Hingga kami beranjak dewasa, tepatnya tahun 2005. Kakek wafat. Nenek pun tinggal sendirian. disaat itulah, mamah memutuskan untuk membawa nenek untuk tinggal bersama. ah sudah lebih dari 8 tahun, kami membersamainya..ada masa-masa kami sependapat paham, namun tak jarang kami berselisih paham.

 

Wanita itu, yang paling sering kulihat ia melaksanakan ibadah ONTIME, shalat tahajjudnya tidak putus, tilawahnya setiap hari, dan shaum di bulan ramadhan tidak bolong sama sekali..

 

wanita itu, yang paling sering menyambung silaturahim ke rumah-rumah saudaranya, setiap awal bulan pasti ia pergi meninggalkan rumah untuk mengunjungi saudara-saudaranya.

Hingga tidak terasa pekan kemarin, tanggal 17 Februari 2014, ia berkata kepadaku bahwa ia ada nyeri dipinggang, namun maaf aku tidak tahu apa obatnya..

Senin, Selasa, Rabu, Kamis, hingga akhirnya Jum’at, disaat aku sedang menghadiri sebuah rapat sambil menunggu jam PBL, aku mendapat whats app dari kakak “Niken, cepet pulang, nenek masuk Rumah Sakit.” deg. aku langsung speechless tak tahu harus berkata apa. Nenekku tidak punya penyakit tahunan (kronik), tidak hipertensi, tidak diabetes dan juga tidak mengeluh apapun kecuali pada saat hari Ahad itu. sontak aku langsung menelefon mamah “mah, nenek dirawat? kenapa?” dari seberang sana ada jawaban “iya, nenek indikasi stroke, cepet kesini.”

ingin sekali rasanya saat itu aku bergegas meninggalkan semuanya dan langsung kesana. tapi maaf aku baru bisa tiba jam 5 sore sampai sana. đŸ˜„

Aku masuk ke ruangan Melati di lantai 3, dan kutemukan engkau sedang terlelap, mendengkur seperti orang yang sedang tertidur. aku bertanya pada mamah “mah, nenek kenapa?”

dan seperti inilah ceritanya “Nenek siang hari kamis masih bercanda, sampai jam 17.30 nenek bilang ingin mandi, entah kenapa beliau malah ke kamar, dan tidur. mamah bangunin pas adzan maghrib ga bangun, dibangunin isya ga bangun, dibangunin jam 02.00 dikirain mau tahajud juga enggak bangun. udah mamah ga bisa tidur dari jam 02.00 itu, dibangunin pas subuh juga tetap ga bangun. tapi tetep mendengkur gini.Akhirnya menelfon dokter ke rumah, kata dokter “ini harus segera dibawa ke rumah sakit” mamah langsung bawa ke rumah sakit TH*, kata dokternya beliau ada indikasi stroke, setelah dibawa ke UGD akhirnya dimasukkan ke dalam ruang perawatan. sudah,,sampai sekarang belum sadar.”

entah, saat itu aku hanya mau menenangkan diri dan berharap Allah akan memberikan yang terbaik saat itu. Aku menunggumu hanya sampai jam 22.30 karena aku diharuskan pulang kerumah hari itu.

 

Sabtu, 22 Februari 2014

Kesadaranmu menurun. begitu kata dokter, engkau harus segera dilakukan CT Scan, kami masih berharap-harap cemas menunggu disini. Hujan dikota Bekasi meluluh lantakkan keadaan sekitar. Aku ditelfon katanya air di dapur merembes. aku pulang dengan mendorong motor dari pertengahan jalan-rumah. 17.00-18.30 membersihkan dan mengeluarkan air, setelah shalat maghrib aku bergegas lagi kesana. Ketika disana, ada 3 orang adikmu, 3 orang anakmu, dan ada 3 cucumu yang setia menunggumu. ada yang tilawah, menangkan fikiran dengan membuka whats app, ada yang terdiam menatap jendela dan ada yang makan taro sambil minum susu. pukul 21.00, Cucumu yang ke empat datang sehabis menghadiri walimahan di Cibubur, setelah semua kumpul, engkau yang terlihat lebih tenang (Tidak Mendengkur) setelah CT scan, tiba tiba merespon sentuhan. merespon dengan gerakan mata. apabila ada jari yang sampai di pipimu, aku ingat, aku mencubitmu di bagian bahu, jari kaki dan memberimu klitikan di bagian bawah kaki, engkau merespon Alhamdulillah, walaupun hanya dengan gerakan kaki, atau hanya seperti suara erangan samar yang terdengar di telinga kami dan itu yang rutin kulakukan sampai jam 23.10

Pukul 23.12 tiba-tiba engkau berkata La, La, hanya itu, anakmu membimbingmu di sebelah kanan, dan aku memegang tanganmu dari sisi kiri, kemudian aku mundur kebelakang, aku ingat dengan jelas, setiap menit yang kami tunggu, setiap ucapan yang hendak kau katakan tapi kami tahu dirimu tidak akan pernah sadar. đŸ˜„

Om ku terjatuh pingsan, mamah menangis sambil membaca Al Qur’an, 2 adikku terdiam (entah sudah faham atau hanya ikut keadaan) dan sisanya menangis. memanggil dokter jaga, dan dokter jaga hanya terdiam, kesadaranmu semakin menurun. tekanan darah semakin rendah, Yaa Rabbi, jika harus pergi, maka mudahkanlah dalam jalannya

jam 00.00 aku, kakak, ayah, teteh ita dan suaminya disuruh pulang. sebenarnya ini adalah bagian yang tidak mengenakkan dalam bagian ini. aku pulang kerumah, dan tidak tahu apa yang terjadi esoknya

 

Sabtu, 23 Februari 2014

Pukul 05.15 kami mendapapt telefon kondisimu sudah semakin kritis, disaat hendak berangkat. tiba-tiba teh ita mendapat telfon, dan berkata kepadaku “niken, nenek udah enggak ada, sekarang beres-beres rumah saja, menunggu nenek sama mamah kesini”

aku terdiam dan hanya berkata “innalillahi wa inna ilaihi rooji’un. entah, aku tidak menangis, tidak bertanya dan tidak memberikan respon apapun. aku hanya menuju tempat cuci piring dan mencuci piring. tetangga berdatangan, aku hanya sepeprti orang linglung; hanya mengangguk dan berjalan saat disuruh. setelah itu aku hanya duduk.

 

pukul 07.30 Beliau datang, aku mengambil gunting untuk merobek baju yang dikenakannya selama di rumah sakit, setelah itu aku pergi ke belakang dan disaat itu aku duduk di belakang hordeng di dekat komputer, disitulah aku menangis, aku sadar bahwa inilah kenyataannya, Allah telah memanggilnya. mamah menangis, kakak menangis, lalu kemudian aku meyakinkan diri untuk tidak menangis.

pukul 08.10 Aku, kakak, Mamah, dan teh Nunung memandikakn beliau, disana pulalah, aku kembali menangis, jenazah beliau sungguh bersih, kukunya, hidung, telinga, semua lubangnya bersih, inilah kebiasan yang selalu dirutinkannya setiap hari Jum’at, mengeramasi rambut, memotong rambut, memotong kuku, dan membersihkan semuanya. aku hanya bertanya dalam diri, “jika jenazah ini adalah aku? akankah seperti beliau juga?”

Pukul 09.20 Jenazah dishalatkan di rumah.

Pukul 10.05 jenazah dishalatkan di mushala dan kemudian dimakamkan

 

Aku ingat ketika beliau dimakamkan omku 2 kali jatuh pingsan;Ketika selesai meniqomahkan dan saat mengucapkan selamat tinggal sebelum pulang kerumah, mamah menangis, kakak menangis, adikku dan aku? Aku hanya bisa terdiam. semua terasa kosong, mungkin seperti inilah rasanya menjadi orang yang meninggal, ketika semuanya harus berjalan sendirian. semuanya dipertanggung jawabkan sendirian. Yaa Rabb, semoga Allah menempatkan nenekku di Jannah Firdausmu, dan mempertemukan keluarga kami di Jannahmu kelak.aamiin

 

 

 

.Image

*Foto terakhir saat idul Fitri 2013*

Saudara

Bismillah

Perjalanan ini, suka atau tidaknya, jauh atau panjangnya, tak akan pernah kita alami sendirian. Begitupula dengan kehidupan, berat atau ringannya, kita akan didampingi oleh beragam orang yang menghiasi segala jejak perjalanan. Bisa jadi mereka hanya sebentar, sekedar digunakan untuk bertanya “dimana gramedia ciputat?” “bagaimana caranya jadi hacker?” dan sebagainya. atau bisa jadi orang itu mendampingii kita dalam waktu yang lama, atau mungkin sangat lamaa.

oleh karenanya, izinkan saya mengganti kata teman, sahabat itu menjadi satu kata indah, kata yang dahulu rasulullah sematkan di antara kaum Muhajirin dan Anshar.

Saudara. Persaudaraan. Bahkan rasulullah menyampaikan sendiri apa itu makna persaudaraan

Dalam sebuah hadits, Nabi saw bersabda :

“Belalah saudaramu, baik ia berlaku aniaya, maupun teraniaya.” Ketika beliau ditanya oleh seseorang,  bagaimana cara membantu orang yang menganiaya, beliau menjawab :” Engkau halangi dia agar tidak berbuat aniaya, yang demikian itulah pembelaan baginya.”

-Hr. Bukhari melalui Anas bin Malik-

Saudara, ah (lagi-lagi) dia lah yang membantu kita dalam mengarungi perjalanan ini, kedekatannya seakan-akan ia adalah bagian dari keluarga kandung kita. Padahal, jika kita ingat, perkenalan kita mungkin hanya beberapa tahun, atau bisa baru beberapa bulan, tapi kepercayaan, pandangan mata teduh itu, senyum yang tersajikan, lisan nasihat itu, rasanya seperti sudah bertemu mereka pada masa sebelumnya dan kemudian dipertemukan lagi dalam masa yang berbeda.

Saudara,

dia lah yang membuat kita faham akhirnya kenapa Mushab Bin Umair, lebih membela saudara muslimnya daripada membebaskan adiknya yang tertawan saat perang.

Saudara,

dia lah yang menerima kekurangan kita, bahkan seringkali melupakan kekurangan kita, menutupi aib-aib kita dan memilih untuk memaksimalkan potensi kita dalam menjalani kehidupan.

Saudara

dialah yang menjadi penguat kita saat keimanan melemah, bisa juga ia yang akan menyesatkan kita sehingga kita terjebak hingga kematian menjelang

Dan ingatlah hari ketika itu orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata, ‘Aduhai kiranya dulu aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, andai kiranya dulu aku tidak menjadikan si Fulan itu teman akrabku. Sungguh ia telah menyesatkan aku dari Al-Qur`an ketika Al-
Qur`an itu telah datang kepadaku.’ Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.” (Al-Furqan:27-29)

Lalu, sudah sampai mana engkau menganggap orang yang disisimu sebagai saudaramu? Sudahkah engkau memperhatikan baik-baik wajahnya, bukankah telah tampak wajah kelelahan? tapi bukankah ia selalu berusaha untuk terus membersamaimu dalam menegakkan agama Nya? lalu, dalam pandanganmu, apakah kau berharap ia yang kelak akan engkau temui di jannahNya kelak?

Sudahkah engkau mengucapkan kata cinta kepadanya? Mencintainya Karena Allah? Mencintainya karena dipertemukan Allah di Jalan Allah? sudahkah engkau menerima nasihat-nasihat dari dirinya? Sedihkah? atau Bahagia?

Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik radiallahuanhu, pembantu Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, beliau bersabda: Tidak beriman salah seorang diantara kamu hingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.

(Riwayat Bukhori dan Muslim)

Lalu, sudahkah komitmen untuk terus saling menguatkan dan mengingatkan engkau perbaharui dengan saudaramu setiap hari?

Jika seseorang bisa berkata “Orang Sanguinis dan Melankolis faktanya di dunia nyata akan saling menyakiti.” maka bolehkah aku berujar “Ya mereka akan saling menyakiti, tapi tidak di jalan ini. Tidak pada kami. Karena kami adalah muslim. Kami adalah satu tubuh. dan kami akan saling melindungi karenaNya.”

 

Semoga Allah yang senantiasa melindungi hati-hati kita, membantu meluruskan kita, dan senantiasa memberikan keberkahan dalam persaudaraan kita. Mencintai kalian karena Allah, Mencintai kalian di Jalan Allah..

 

-Karena dijalan ini, sekalipun dengan tertatih atau merangkak, akan kita lewati bersama.-

Nb : Tulisan ini didekasikan khusus kepada tim Super Syahid 18 #KitaAdalahSaudara, adik-adikku yang tetap semangat dalam meniti ridhoNya, serta teman-teman seperjuangan dijalan dakwah dimanapun kalian semoga Allah kelak mempertemukan kita di JannahNya, dan para astatidz yang telah mengajarkan kami apa itu makna perjuangan. Yaa Muqallibal Quluub, Tsabit Qulubana ‘Alaa Diinik…

Â